KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU
SEJAK
KECIL
Imran Abdul Rosyid
Saudaraku yang seiman dan
seaqidah, betapa mulia dan t tinggi derajat seorang yang menghabiskan waktu
mudanya untuk menuntut ilmu, wahai para
generasi islam, enkau adalah tombak bagi umat ini, ada tanggung jawab yang
besar di pundakmu wahai para generasi islam,,,
Di antara
nasehat paling berharga yang bisa kami persembahkan kepada para pemuda adalah
agar mereka mengakrabi ilmu sewaktu masih berusia muda. Usia muda merupakan
kesempatan yang paling baik unt.uk diambil dan dimanfaatkan oleh orang yang
berakal sehat. Pada masa mendatang (masa tua) ia tak akan mampu lagi melakukan
apa yang bisa di lakukan saat ini (masa muda).. Menuntut ilmu pada waktu kecil
seperti mengukir di atas batu.( [1]
)
Alqamah berkata,
“Apa. yang kuhapalkan selagi mudaku seakan-akan aku bisa melihatnya di kertas
atau lembaran”.( [2]
)
Itu dikarenakan kuatnya hafalannya
pada masa masa muda. Barangsiapa
yang tak kuasa menghapal, hendaklah ia menulis. ( [3]
)
Kata pepatah:
“Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah jaring
pengikatnya. Ikatlah
buruanmu dengan tali-temali yang kokoh. Adalah bodoh engkau memburu seekor
kijang. Lalu membiarkannnya terlepas bebas di antara binatang-binatang lain.”
Ursah bin Az-Zubair berkata kepada putranya, Kemarilah dan belajarlah dariku. Kelak kamu akan
menjadi pemimpin suatu kaum, Sewaktu aku kecil, tak terlintas di benakku apa
yang akan terjadi kelak padaku. Ketika umurku semakin bertambah, aku tak
mengerti orang-orang menjadikan aku sebagai tempat bertanya. Tak ada sesuatu
yang amat buruk pada seseorang daripada jika ia ditanya tentang persoalan yang
berkaitan dengan urusan agamanya, namun ia tidak tahu-menahu alias bodoh. ( [4]
)
Diriwayatkan
dari Luqman bahwa ia berkata kepada putranya, “Wahai anakku, duduklah bersama
para ulama dan rapatkanlah kedua lututmu. Sesungguhnya Allah menghidupkan hati
dengan hikmah sebagaimana Ia menghidupkan bumi yang mati (gersang) dengan hujan
yang lebat.” ( [5]
) Kata Luqman selanjutnya, “Wahai anakku, janganlah engkau mempelajari ilmu untuk bermegah-megah di
hadapan para ulama, bertengkar dengan orang-orang bodoh dan memamerkan diri di
mejelis-majelis ilmu. ( [6]
) Janganlah
engkau tinggalkan ilmu karena ketiada perhatian terhadapnya dan suka kebodohan.
Wahai anakku pilihlah sendiri mejelis-majelis ilmu. Jika engkau melihat suatu
kaum sedang mengagung-agungkan Allah, maka duduklah bersama mereka.
Sesungguhnya, bila engkau menjadi orang yang berilmu, ilmumu akan memberi
manfaat kepadamu. Bila engkau bodoh, mereka akan mengajarimu. Semoga Allah
membuka rahmat-Nya atas mereka sehingga ia menimpamu juga. Dan jika engkau
melihat suatu kaum tidak mengagungkan Allah maka janganlah engkau duduk bersama
mereka. Sesungguhnya, bila engkau menjadi orang yang berilmu, ilmumu tidak
memberi manfaat kepadamu. Dan, jika engkau orang bodoh, mereka akan menambahkan
kesesatan kepadamu. Katanya lagi, °Wahai anakku, sesungguhnya hikmah itu ialah
jika engkau mendudukkan orang-orang miskin di majelis-majelis raja. ( [7]
)
Ucapan yang terakhir ini sangat jelas bagi orang yang
pernah membaca sejarah dan biografi para ulama. Kebanyakan mereka berasal dari
kalangan orang-orang yang miskin dan lemah. Sekalipun demikan, mereka duduk di
majelis-majelis raja. Jika para raja duduk dengan kekuatan panca indera, maka
para ulama duduk dengan kekuatan yang bersifat spiritual untuk mempengaruhi
hati manusia. Dia juga berkata, “Sebagaimana para raja meninggalkan hikmah — yaitu ilmu -- kepada
kalian, maka tinggalkanlah dunia buat mereka. ( [8]
)
Wahai para orang tua, tuntunlah dan ajaklah anak-anak kita untuk selalu
semangat dalam menuntut ilmu, ajarilah mereka aqidah yang salima akhlak yang
mulia dan didiklah mereka cinta Al Quran dan adab yang mulia untuk bermuamalah
di lingkungan masyarakat. Saat ini banyak orang yang pintar namun mereka tidak
memiliki adab dan akhlak yang mulia maka betapa sempurna seorang muslim yang
cerdas dan memiliki akhlak yang mulia
PERBANDINGAN
ANTARA ILMU DAN HARTA
Ibnul-Qayyim Rahimahullah telah
mengadakan suatu perbandingan antara ilmu dan harta, yang baik untuk dipaparkan
di sini. Dia telah melebihkan ilmu atas harta yang ditinjau dari beberapa segi.
Yang terpenting adalah:
Ø Ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan harta adalah
warisan para raja dan orang-orang kaya.
Ø Ilmu menjaga pemiliknya, sedangkan pemilik harta menjaga hartanya.
Ø Ilmu bertambah dengan didermakan dan diajarkan kepada
orang lain. Sedangkan harta akan hilang percuma dengan dibelanjakan kecuali
shadaqah.
Ø Ilmu senantiasa menemani pemiliknya hingga di
kuburnya. Sedangkan harta akan memisahkan diri dari pemiliknya sesudah
kematiannya, kecuali shadaqah jariyah.
Ø Ilmu mengendalikan harta. Maka ilmu adalah penguasa,
sedangkan harta adalah yang diperintah.
Ø Harta bisa diperoleh baik oleh orang yang baik maupun
durhaka, muslim maupun kafir. sedangkan ilmu yang bermanfaat tak bisa dicapai
kecuali oleh orang mukmin.
Ø Para raja dan yang lainnya membutuhkan orang yang
berilmu. Sedangkan kaum miskin dan orang-orang yang butuh memerlukan pemilik
harta.
Ø Pemilik harta bisa saja menjadi miskin lagi fakir
antara malam dan siang hari. Sedangkan ilmu tak perlu dikhawatirkan
kemusnahannya, kecuali pemiliknya menyia-nyiakan.
Ø Harta kadangkala menjadi sebab kebinasaan pemiliknya.
Berapa banyak orang kaya diculik karena harta mereka. Sedangkan dalam ilmu
adalah kehidupan bagi pemiliknya, meskipun sesudah wafatnya.
Ø Kebahagian karena ilmu bersifat abadi. Sedang
kebahagian karena harta bersifat sementara, yang suatu saat bisa lenyap.
Ø Orang yang berilmu, kadar dan nilainya ada pada
dirinya. Sedangkan orang kaya nilainya ada pada hartanya.
Ø Orang kaya, dengan hartanya mengajak manusia untuk
mengejar dunia. Sedangkan orang yang berilmu mengajak manusia dengan ilmunya
kepada akhirat.
Maka mari kita merenungkan kembali bahwa betapa mulia
derajat orang yang meniti jalan menuntut ilmu
( [1]
) Al-Hasan bin Ali berkata kepada putra
dan kemenakannya, “Pelajarilah ilmu. Sesungguhnyajika kalian menjadi pemuda
suatu kaum, besok kalian menjadi pemuka mereka” (yang Al-Madkhal ila as-ssunaníl-Kubra, No.640. Pemberi komentar (muhaqqiq) berkata:
H.R Ibnu Abdil-Bar dalam menjelaskan IImu. Jilid 2/82
( [6]
) Atsar ini semakna dengan hadits
Rasulullah r :
“Janganlah kamu mempelajari ilmu untuk
membanggakan dari di hadapan ulama, bertengkar dengan orang-orang bodoh dan
memperbincangkannya dj majelis-majelis ilmu untuk menarik perhatian.
Barang-siapa yang berbuat demikian, maka tempatnya adalah neraka”. H.R Hakim dalam Al-Mustadrak, 1.186;
pertama kali diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Al-Muqaddimah, 1/254. Dikatakan
dalam Az-Zawaid: Rijal isnad-nya tsiqat. Ibnu Hibban juga meriwayatkannya dalam
shahihnya.
0 komentar:
Plaas 'n opmerking